Sunday, November 3, 2013

SITU CISANTI

Situ Cisanti, yang terletak di kaki Gunung Wayang,sekitar 60 kilometer sebelah selatan Kota Bandung dapat ditempuh oleh kendaraan sekitar 2-3 jam.

Jika Anda termasuk salah satu yang mulai kehilangan harapan akan pulihnya Sungai Citarum, sungai terbesar dengan panjang 269 kilometer yang membelah 12 kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat ini, maka datanglah berkunjung ke Situ Cisanti. Ibarat mata air yang terus mengalir, harapan akan pulihnya Sungai Citarum berangsur-angsur pulih kembali di sini.Tentu saja, hal ini juga berlaku bagi Anda yang ingin berwisata melepas kepenatan di akhir pekan.

Situ Cisanti termasuk ke dalam area Perum Perhutani di kampung Pejaten Desa Tarumajaya, kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung. Di kawasan terdapat tujuh mata air yaitu Pangsiraman, Cikoleberes, Cikawedukan, Cikahuripan, Cisadane, Cihaniwung dan Cisanti. Tujuh mata air ini mengalir ke Situ Cisanti sebelum mengalir ke Sungai Citarum dan berakhir di Laut Utara Jawa, yaitu di Muara Gembong Bekasi.

Berjalan mengitari Situ Cisanti seluas sekitar 10 hektar di kaki Gunung Wayang (1800 meter) menghirup udara sejuk dan menikmati kehijauan di sekeliling adalah kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan di kawasan ini. Selain itu, duduk-duduk di pinggir situ, atau kalau Anda berani dan tahan dingin, maka Anda dapat bergabung dengan para pencari lumut, ikan, remis atau kijing yang hidup di situ Cisanti, menceburkan diri ke air situ yang dingin.



Akses

Jalur yang saya tempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi adalah dari jalan belakang RS. Al Islam yang terletak di Jl Soekarno-Hatta Bandung. Dari Jl Inspeksi Cidurian ambil arah menuju Sapan, dan terus ke arah Ciparay menuju Pacet. Rute lain adalah Bandung-Ciwastra-Ciparay-Pacet-Cibeureum dan Kertasari

Saya perhatikan ada angkot di Sapan, Ciparay dan Pacet. Lalu dari Pacet ke Kertasari atau desa Tarumajaya ada pangkalan-pangkalan ojek. Tetapi belum da kesempatan untuk menanyakan harga trayek angkot dari Bandung ke Cisanti.


So, selamat menikmati Sisi Kota Bandung be careful & always enjoy it....



Friday, July 5, 2013

SAUNG ANGKLUNG UDJO - Pesona Tradisional Musik di Tatar Sunda

Siapa yang tidak mengenal Angklung, alat musik tradisional Indonesia yang berasal dari tanah Sunda ini sudah merambah dunia Internasional.Alat musik yang sering dipentaskan selain di tanah air ini pun semakin menanjak namanya.

Saung Angklung Udjo (SAU) yang menjadi salah satu tempat alat musik ini dilestarikan telah menolehkan sejarah di dunia seni Internasional. Saat ini SAU menjadi salah satu tujuan wisatawan domestik maupun mancanegara.

Sedikit yang mengetahui sejarah SAU ini. Saung Angklung Udjo didirikan tahun 1966 oleh pasangan suami istri Udjo Ngalagena dan Uum Sumiati.Tujuan didirikannya SAU ini adalah untuk melestarikan dan memelihara kebudayaan seni tradisional Sunda.


Disamping pertunjukan rutin setiap sore, Saung Angklung Udjo telah berkali-kali mengadakan pertunjukan khusus yang dilakukan pada pagi atau siang hari. Pertunjukkan tersebut tidak terbatas diadakan di lokasi Saung Angklung Udjo saja, tetapi berbagai undangan tampil di berbagai tempat baik di dalam maupun di luar negeri, pada bulan Agustus tahun 2000 di Sasana Budaya Ganesha ITB, Bandung, Saung Angklung Udjo mengadakan konser kolaborasi dengan penyanyi cilik yang dijuluki Shirley Temple-nya Indonesia, yaitu Sherina.

Saung Angklung Udjo tidak terbatas pada hanya menjual seni pertunjukan saja, berbagai produk alat musik bambu tradisional (angklung, arumba, calung dan lainnya) dibuat dan dijual kepada para pembeli.

Tertarik untuk mengunjungi SAU ??

AKSES
Untuk mencapai tempat ini, jika naik kendaraan pribadi, pilih arah cipularang. Naik ke jembatan layang, ikuti papan petunjuk ke Cicaheum. Sekitar 100 meter sebelum Terminal Cicaheum, ikuti papan petunjuk menuju Jalan Padasuka. Anda akan menemui petunjuk ke lokasi. Anda juga dapat menggunakan angkutan umum sebagai pilihan. Dari Surapati, pilih angkutan umum 06 jurusan Cicaheum-Ciroyom (arah Cicaheum). Turun di perempatan Padasuka (100 meter sebelum Cicaheum), lanjutkan dengan berjalan kaki atau naik ojek menuju Saung Udjo (500 meter).

Saung Angklung Udjo

So, selamat menikmati Sisi Kota Bandung be careful & always enjoy it....


Wednesday, May 15, 2013

PASAR LOAK ASTANA ANYAR

Berbelanja atau shopping mungkin identik dengan pergi ke mal atau ke pasar swalayan. Tapi, untuk Anda para penggila shopping maupun pencinta barang-barang bekas yang berdomisili di Bandung, sebaiknya meluangkan waktu sejenak untuk berkunjung dan berwisata belanja ke pasar loak Astana Anyar.

Sesuai dengan namanya, pasar ini menjual segala barang-barang bekas pakai. Di samping itu, pasar ini dijamin menjadi surga bagi Anda yang ahli dalam tawar-menawar.

Lokasinya yang tak jauh dari Taman Tegal Lega memudahkan Anda untuk menemukan para pedagang loak ini. Display barang bekas pun menjadi pemandangan yang pasti membuat hati para pembeli kepincut untuk sekedar melihat-lihat.

Pedagang-pedagang barang loak ini membuka lapaknya di sepanjang Jalan Astana Raya hingga Jalan Pajagalan, Tegal Lega, Bandung. Bagi pembeli yang membawa kendaraan pun tak perlu khawatir karena dagangan yang ditaruh di sisi jalan sama sekali tak mengganggu arus lalu lintas di sekitarnya.

Sembari jalan-jalan dan menikmati barang loak, pembeli juga dapat membawa pulang barang-barang tersebut dengan harga yang sangat murah.

Barang-barang loak yang dijejerkan oleh penjual pun beragam dari mesin tik, radio, televisi mini, kompor gas, nintendo, kipas angin, sepeda, kamera analog, keranjang bayi, rice cooker, hingga kloset duduk pun ada di sini.

Tak hanya barang-barang rumahan, pedagang barang loak ini juga menawarkan segala macam aksesoris kendaraan bermotor, aksesoris telepon genggam, samurai serta barang-barang antik seperti lukisan, perkakas, dan peralatan dapur dari logam.
Dengan harga yang sangat murah, pembeli bisa dengan bebas memborong barang-barang yang disenanginya.

Di sini, pembeli tak perlu malu untuk memegang atau mencobanya terlebih dahulu karena pedagang loak di sini dengan senang hati mempersilahkan pembeli untuk menjajalnya.
Harga yang dibanderol untuk barang-barang loak ini pun bervariasi mulai Rp1000 hingga Rp300.000. Meski barang loak tersebut telah dibanderol oleh sang penjual, namun pembeli bisa saja melakukan negosiasi atau tawar-menawar secara habis-habisan.

Sebagai contoh, sebuah dispenser di salah satu lapak pedagang loak dibanderol Rp25.000. Harga tersebut merupakan harga awal yang diberikan penjual kepada calon pembeli.
Pedagang-pedagang loak di sini mengaku mengambil semua barangnya dari perabotan-perabotan rumah tangga yang sudah tak dipakai oleh pemiliknya. Selain itu, mereka juga mengambil barang dari tempat yang disebut bandar loak.

Bandar loak adalah mereka yang mengumpulkan barang loak dan dijual kembali dengan gerobak.
Iim, salah seorang pedagang loak yang mangkal di pertigaan Jalan Pajagalan mengaku mengambil barang-barang bekas dari tetangga atau kerabatnya.
“Saya mengumpulkan barang bekas dari tetangga yang ingin pindah rumah,” katanya sambil merapi-rapikan barang kulakannya.
Pedagang-pedagang loak di sini umumnya sudah membuka lapaknya sejak zaman Soeharto.

“Saya menjual barang-barang bekas atau loak ini sejak tahun 1997,” lanjutnya.
Meski barang loak yang ditawarkan sangat murah, namun pendapatan pedagangnya sendiri pun tak menentu. “Kadang-kadang sehari dapat Rp30.000 atau malah nggak dapat sepeser pun,” katanya.

Dia mengatakan, pembeli tak harus membeli barang yang baru dengan harga mahal. Di sini, segala jenis barang pun bisa didapatkan dengan harga yang timpang.
“Kebanyakan pembeli lebih memilih barang bekas daripada barang baru, kemudian diservis atau dibersihkan kembali,” katanya.

Pedagang loak lainnya, Ervan, mengaku jika kualitas barang-barang loak di sepanjang jalan ini tak kalah dari produk China.
“Barang China memang murah, tapi biasanya tidak tahan lama,” katanya sambil memungut salah satu barang dagangannya.
Dari segi aktivitas, pedagang loak di sini tak memiliki batas waktu tertentu untuk membuka dan menutup lapaknya. Oleh karena itu, pembeli tak perlu terburu-buru dalam menawar dan membeli barang loak tersebut.

Dengan kata lain, di pasar loak ini pembeli bisa menghemat isi dompet untuk membeli kebutuhan rumah tangga atau sekedar mengoleksi barang-barang loak yang unik sebagai hiasan arsitektur di dalam rumah.

Click here

So, selamat menikmati Sisi Kota Bandung be careful & always enjoy it....


Sunday, March 24, 2013

FLOATING MARKET LEMBANG : Pasar terapung di tengah kota

Kian hari kian sedikit situ, atau danau yang masih bertahan di kota besar, terutama yang dekat ke pusat kota. Sebagian sudah beralih fungsi menjadi permukiman  atau pertokoan. Tengok saja Situ Aksan, salah satu peninggalan Danau Bandung Purba yang sekarang hanya tersisa dongengnya saja karena sudah berubah menjadi real estate.

Di Lembang, tak jauh dari pusat kotanya ada dua situ yang cukup besar, yakni Situ Umar, dan Situ Karang Putri. Keduanya masih bisa bertahan dan masih ramai dikunjungi karena menjadi arena pemancingan.

Situ Umar ini sebenarnya merupakan salah satu bagian lereng dari patahan Lembang yang masih aktif bergerak hingga kini. Para peneliti LIPI sebagaimana yang mungkin pernah Anda lihat di program acara Cincin Api, KompasTV  telah menemukan fakta tanah yang berlapis-lapis di Situ tersebut, yang diduga akibat gempa bumi yang terjadi berulang kali.

Situ Umar - Pasar Terapung

Jajaran perahu pedagang di Floating Market Lembang
di kawasan Situ Umar, 

Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Situ Umar tersebut ternyata diubah menjadi tempat wisata pasar terapung yang dinamakan “Floating Market Lembang.” Ada perasaan senang tentunya karena danau tersebut akhirnya bisa bertahan keberadaannya. Semoga saja aktivitas wisatawan yang akan datang ke Situ Umar nantinya tidak banyak merubah ekosistem yang ada di dalamnya.

Konsep desain Floating Market ini adalah seperti sebuah desa yang memiliki danau. Di sekitarnya ada gazebo, pusat jajanan, kebun strawberry dan sayuran, factory outlet serta wahana air.  Tiket masuk per orangnya adalah 10 ribu rupiah. Dari gerbang masuk ke tempat jajanan atau wisata air Anda bisa berjalan kaki atau menyeberang dengan perahu dengan tarif 1000 rupiah/orang.

Wisatawan memilih suvenir yang dijajakan
pada salah satu warung terapung
di Floating Market Lembang di kawasan Situ Umar
 Berada dalam kawasan seluas 7 hektar, sambil menikmati panorama danau dan hijaunya pepohonan Anda bisa menikmati kuliner lokal maupun mancanegara. Ada juga yang menjual asesoris atau barang-barang kerajinan. Sebagaimana di pasar terapung lainnya, para penjual di sini berdagang dengan menggunakan perahu, hanya bedanya konsumen di Floating Market Lembang belum bisa berbelanja lewat perahu seperti di tempat lain.


Transaksi dengan koin


Salah satu hal yang menarik dari tempat  wisata ini adalah cara bertransaksinya yang menggunakan koin. Anda tidak bisa membeli sesuatu langsung dengan uang, namun harus terlebih dahulu menukarkannya ke dalam koin. Ada beberapa  nominal koin yang bisa Anda beli: 5 ribu, 10 ribu, 50 ribu, atau 100 ribu rupiah.


Koin tersebut nantinya bisa digunakan untuk membeli jajanan atau menyewa perahu untuk berwisata air di Situ Umar. Hanya saja Anda mesti cermat dalam membeli koin tersebut, karena koin yang sudah dibeli tidak dapat ditukarkan lagi. Lebih baik membeli secukupnya, kalau kurang baru ditambah lagi.


Wahana air

Selain menawarkan wisata kuliner, di tempat ini Anda juga bisa mengajak anggota keluarga untuk menikmati wahana air. Ada berbagai jenis kendaraan yang bisa disewa untuk menjelajahi atau “lalayaran” di Situ Umar ini. Anda bisa  memilihnya sesuai selera: ada perahu dayung, sepeda air, atau perahu kayuh. Harga sewanya ada di kisaran 50 ribu hingga 70 ribu koin/30 menit. Memang cukup mahal juga, namun satu perahu bisa muat untuk satu keluarga “kecil.”



So, selamat menikmati Sisi Kota Bandung be careful & always enjoy it....






Friday, March 22, 2013

Sanghyang Tikoro : Goa Mitos yang Terlupakan

Belum banyak orang yang pernah berkunjung ke Goa Sanghyang Tikoro. Alasannya karena pertama, lokasinya yang agak tersembunyi sehingga lumayan sulit untuk menjangkaunya. Kedua, goa ini menyimpan banyak misteri dan mistis sehingga konon belum ada orang yang masuk kedalamnya. Sampai kini goa ini masih “perawan”, dalam arti belum ada seorang pun yang mengetahui ihwal berapa meter panjangnya Sanghyang Tikoro ini.


Berjuta Misteri
Menurut beberapa keterangan, konon, orang yang berkunjung ke Goa Sanghyang Tikoro tak hanya menikmati keajaiban alam yang indah dan panorama lainnya yang memesona, namun ada tujuan lain. Di malam-malam tertentu, seperti Kamis Kliwon atau Selasa Kliwon, menurut beberapa sumber, seringkali terlihat beberapa orang yang melakukan semedi atau bertapa di atas atau dipinggir Sanghyang Tikoro.

Sebagaimana telah disebutkan tadi, saking misteriusnya, sampai kini belum ada orang yang bisa memastikan secara valid berapa panjangnya Sanghyang Tikoro. Ada cerita yang menyebut bahwa goa ini memiliki panjang sampai 800 meter. Sanghyang Tikoro dimasuki oleh air Sungai Citarum dimana air yang masuk tersebut ternyata tak sepenuhnya kembali ke sungai tersebut, melainkan ada sebagian yang menyerap ke dalam tanah. Karena itulah, disebut sebagai Sanghyang Tikoro.
Ada beberapa versi ihwal asal muasal Sanghyang Tikoro ditinjau dari beragam sumber. Menurut kacamata ilmiah, Sanghyang Tikoro terbentuk sebagai akibat dari meletusnya Gunung Sunda. Dahsyatnya letusan mengakibatkan seluruh permukaan badannya hancur tak bersisa.  Setelah letusan, yang tersisa hanyalah lubang-lubang lekukan yang dalam dengan muntahan laharnya sangat panas.
Karena banyak mengeluarkan lahar panas, menyebabkan sungai di daerah Batujajar, Cililin, dan Padalarang tertimbun dan berubah menjadi lahar dingin. Lama kelamaan menggunung dan membentuk sebuah telaga yang kemudian populer dengan sebutan Talaga Bandung.
Luas Talaga Bandung, menurut data panjangnya mencapai sekitar 6 km dan lebarnya sekitar 15 km. Tanah di Padalarang dan Cililin umumnya mengandung kapur. Namun, sedikit demi sedikit akhirnya terkikis membentuk lubang aliran yang kelak kemudian dikenal sebagai Sanghyang Tikoro.
Pengalaman berkunjung ke Sanghyang Tikoro. Klik here
So, selamat menikmati Sisi Kota Bandung be careful & always enjoy it....

Tuesday, November 27, 2012

Cartil - Wisata Kuliner Alam di Caringin Tilu


Cartil yang biasa disebut Caringin Tilu, merupakan salah satu kawasan wisata kuliner alam seperti halnya kawasan Punclut. Lokasi yang terletak di daerah Kampung Cisayur Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung ini merupakan dataran tinggi yang menyuguhkan pemandangan alam disertai udaranya yang sejuk.

Pohon Beringin yang tinggal 1


Nama Caringin Tilu (Bahasa Sunda) berarti tiga Pohon Beringin yang diambil dari keberadaan tiga pohon beringin di daerah ini.  Tiga pohon dengan umur ratusan tahun kini hanya tersisa satu pohon, karena satu pohon tumbang, dan satu pohon lagi mati kering. Untuk melestarikan keidentikan nama tempat ini dengan keberadaan pohon beringin maka warga masyarakat di sekitar Cartil menanam dua pohon beringin sebagai pohon pengganti. 

Saung-saung makan

Cafe

Alam Cimenyan


Cartil dibuka menjadi tempat wisata sekitar tahun 2002, saat ini sudah banyak saung-saung yang menjual makanan sebagai tempat nongkrong para pengunjung. Tempat ini menjadi salah satu lokasi favorit remaja Kota Bandung yang menyukai wisata alam yang jauh dari kebisingan kota.


Anda dapat mengunjungi lokasi ini tidaklah terlalu sulit. Jalur Terminal Cicaheum menuju Padasuka kurang lebih sekitar 5 Km akan sampai dipuncak Cimenyan. Jalan cukup bagus dilewati kendaraan, hanya saja jalan yg berbelok menjadikan pengendara harus tetap berhati-hati.

So, selamat menikmati Sisi Kota Bandung be careful & always enjoy it....